Minggu, 16 Oktober 2011

ASFIKSIA NEONATORUM


Pembaca yang terkasih, edisi minggu ini kita masih membahas permasalahan seputar bayi. Kali ini tentang ASFIKSIA NEONATORUM yaitu keadaan di mana bayi baru lahir (BBL) gagal bernafas secara spontan dan teratur. Keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas ( kematian ) dan morbiditas ( kesakitan ) pada bayi baru lahir.

Penelitian mengungkapkan bahwa angka kejadian asfiksia di rumah sakit di wilayah Propinsi Jawa Barat sebesar 25 %. Penelitian lain menyebutkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas, dari bantuan ringan sampai resusitasi lanjut yang ekstensif ( 1% ). Sebagian besar bayi ( 90% )tidak memerlukan atau hanya sedikit memerlukan bantuan untuk memantapkan pernafasannya setelah lahir.

Dalam prakteknya menentukan tingkat asfiksia dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Cara yang dianggap paling ideal dan telah digunakan di mana-mana untuk menentukan derajat asfiksia adalah dengan penilaian APGAR. Hal –hal yang dinilai dengan metode APGAR ini adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha bernafas, menilai tonus otot, menilai refleks rangsangan dan memperhatikan warna kulit. 

Bila denyut jantung tidak ada, usaha bernafas tidak ada, tonus otot lumpuh, refleks tidak ada dan warna kulit kebiruan atau pucat maka diberi score 0 ( nol ). Bila frekuensi jantung < 100x per menit, pernafasan lambat dan tidak teratur, tonus otot pada tangan dan kaki kurang kuat, gerakan sedikit, warna badan kemerahan sedangkan tangan / kaki kebiruan maka mendapat score 1 ( satu ). Sedangkan bila frekuensi jantung > 100x per menit, pernafasan teratur > 40x per menit, gerakan aktif, menangis kuat serta warna kulit kemerahan seluruhnya maka diberi score 2 ( dua ).

Atas dasar penilaian tersebut maka BBL dengan nilai APGAR 7-10 dianggap sebagai bayi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. Sedangkan bila mendapat nilai 4-6 digolongkan sebagai asfiksia ringan- sedang dan memerlukan tindakan stimulasi agar timbul refleks pernafasan. Dan akan disebut sebagai asfiksia berat apabila score APGAR 0-3, pada kondisi ini memerlukan tindakan resusitasi aktif yang cepat dan tepat.

Selain cara penilaian di atas ada pula cara penilaian lain yaitu petugas kesehatan harus memperhatikan: apakah bayi lahir cukup bulan, apakah air ketuban jernih, apakah bayi menangis kuat, dan apakah tonus/kekuatan otot cukup baik. Bila salah satu atau lebih jawaban di atas TIDAK maka bayi memrlukan bantuan untuk bernafas.

Lalu sebenarnya hal-hal apa saja yang menjadi faktor resiko terjadinya asfiksia. Dapat digolongkan menjadi dua yaitu sebelum persalinan dan selama persalinan. Faktor sebelum persalinan antara lain penyakit diabetes ( kencing manis ), hipertensi ( darah tinggi ), perdarahan pada kehamilan trimester dua dan tiga, cairan ketuban  terlalu banyak / terlalu sedikit, ketuban pecah dini, kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu, usia ibu < 16 tahun atau > 35 tahun. Sedangkan faktor resiko selama persalinan antara lain sectio casaria darurat, kelahiran dengan forceps atau vakum, letak sungsang, kelahiran kurang bulan, persalinan yang berlangsung sangat cepat, perdarahan selama persalinan.

Adapun langkah awal resusitasi adalah menjaga kehangatan, memposisikan BBL telentang dengan kepala sedikit menengadah, membersihkan jalan nafas, mengeringkan dan memberikan rangsang taktil berupa menepuk telapak kaki dengan hati-hati, menggosok punggung atau perut. Apabila bayi masih belum bernafas baik maka akan diberikan bantuan oksigen, obat-obatan, cairan ataupun pemakaian peralatan bantuan nafas dan memerlukan observasi ketat di rumah sakit.

Dengan demikian ada beberapa tips yang dapat diterapkan untuk mengurangi kejadian asfiksia:
Ø  Untuk ibu hamil periksakan kandungan anda secara teratur
Ø  Apabila terdapat faktor resiko selama kehamilan, sebaiknya upayakan kelahiran dilakukan di rumah sakit agar bantuan pernafasan dapat dikerjakan oleh tim terlatih dibantu peralatan yang memadai.
Pembaca, semoga bahasan kita tadi bermanfaat bagi kita semua terlebih dalam upaya membantu program pemerintah menurunkan angka kematian bayi. Sampai jumpa dalam artikel selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar