Jumat, 21 Oktober 2011

Pentingnya pemeriksan gigi untuk keperluan identifikasi dalam pelayanan kedokteran gigi forensik


         Salah satu metoda dengan keakuratan cukup tinggi yang digunakan dalam proses identifikasi terhadap korban dengan kerusakan tubuh yang parah adalah dengan penerapan ilmu kedokteran gigi dalam bidang forensik atau kedokteran gigi forensik. Hal ini dikarenakan gigi merupakan bagian dari tubuh manusia yang paling kuat, biaya yang relatif murah dan tahan terhadap kerusakan seperti kebakaran maupun pembusukan. 

          Menjelang akhir abad 20 dalam dekade delapan puluhan pemanfaatan kedokteran gigi forensik berkembang pesat terutama dalam situasi bencana yang membawa korban massal, seperti kecelakaan pesawat terbang atau kapal laut, peledakan bom, kebakaran, bencana alam. Peranan dokter gigi mutlak diperlukan dalam identifikasi korban hal ini ditunjukkan pada beberapa kasus seperti pada kasus Bom Bali I, dimana korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 56%, korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo mencapai 60%, dan korban jatuhnya Pesawat Garuda di Jogyakarta mencapai 66,7%.

Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi. Pertama, gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing mempunyai lima permukaan. Dengan demikian di dalam rongga mulut terdapat 160 permukaan gigi dengan berbagai variasi keadaan, yaitu baik, rusak, ditambal, dicabut, gigi tiruan, implant dll. Di dunia ini menurut dokter gigi fornes menerangkan bahwa kemungkinan terdapatnya dua orang dengan data gigi dan mulut yang identik adalah satu berbanding dua milyar penduduk. Melalui pengamatan gigi geligi, kita dapat memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis kelamin, golongan darah, ciri-ciri khas, dan bentuk wajah atau raut muka korban. 

Saat ini di pengambilan data antemortem melalui pemeriksaan gigi dilakukan dengan beberapa metoda, diantaranya charting (odontogram), radiologi, dan cetakan gigi. Namun dalam pembuatan data antemortem memerlukan biaya yang cukup besar sehingga sehingga metoda charting(odontogram) merupakan metoda yang paling sederhana dan murah, mudah dalam pembuatan dan penyimpanannya sehingga bisa dilaksanakan di semua klinik dan praktek dokter gigi.
Mengapa pengambilan data antemortem penting dan suatu keharusan ???
Berdasarkan Keputusan bersama Menkes dan Kapolri nomor 1087 / Menkes / SKB / IX / 2004 NO.POL.Kep / 40 / IX / 2004 tanggal 29 september 2004 disebutkan bahwa setiap korban mati pada bencana massal harus dilakukan identifikasi yang sesuai dengan kesepakatan bersama antara Depkes dengan Kepolisian.

Metoda dan proses identifikasinya meliputi 2 metoda pokok identifikasi yaitu Metoda sederhana (visual, perhiasan, pakaian dan dokumentasi dan Metoda ilmiah (sidik jari, medik , serologi, odontologi, antropologi, biologi)

Kedokteran gigi forensik sudah ada sejak sebelum masehi (SM) yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Roma Claudius pada tahun 49 SM, dan Pada tahun 1887 Godon dari Paris merekomendasikan penggunaan gigi untuk identifikasi orang yang hilang. Untuk itu ia menganjurkan agar para dokter gigi menyimpan data gigi para pasiennya, apabilla data tersebut diperlukan sebagai data pembanding.
Kematian yang tidak wajar, tidak terduga, dalam kondisi bencana massal, kerusakan fisik yang tidak direncanakan dan keterlambatan dalam penemuan jenazah, bias mempersulit identifikasi. Dalam kondisi inilah peranan kedokteran gigi forensik diperlukan walaupun tubuh korban sudah tidak dikenali lagi.

Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut masalah kemanusiaan dan hukum. Masalah kemanusian menyangkut hak bagi yang meninggal, dan adanya kepentingan untuk menentukan pemakaman berdasarkan agama dan permintaan keluarga. Mengenai masalah hukum, seseorang yang tidak teridentifiksi karena hilang, tidak dipersoalkan lagi apabila telah mencapai 7 tahun atau lebih. Dengan demikian surat wasiat, asuransi, masalah pekerjaan dan hukum yang perlu diselesaikan, serta masalah status pernikahan menjadi tidak berlaku lagi. Sebelum sebab kematian ditemukan atau pemeriksa medis berhasil menentukan jenazah yang sulit diidentifikasi, harus diingat bahwa kegagalan menemukan rekaman gigi dapat mengakibatkan hambatan dalam identifikasi dan menghilangkan semua harapan keluarga, sehingga sangat diperlukan rekaman gigi setiap orang sebelum dia meninggal.

Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas korban.
1)        Penentuan Usia
Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik dari pada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. 

Pertumbuhan benih gigi diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 – 16 minggu dan berlanjut setelah bayi lahir. Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 – 16 tahun. Penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.

2)        Penentuan Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin.

3) Penentuan Ras
                 Dengan data gigi dapat ditentukan ras di dunia yang terdiri dari ras mongoloid, kaukasoid atau negroid

Pelayanan kedokterangigi forensik saat ini
Pelayanan kedokteran gigi forensik merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang harus diperoleh dan merupkanan tanggung jawab dokter gigi dalam pengambilan data antemortem  meskipun saat ini hanya dilaksanakan terbatas diklinik-klinik gigi baik swasta maupun rumah sakit.

         Peranan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat sering dihadapkan pada kenyataan bahwa peranan dokter gigi juga diperlukan dalam memeriksa dan mengetahui identitas korban yang tidak dikenal.

         Untuk memperoleh data gigi antemortem, kesulitan yang dijumpai, pertama adalah adanya kenyataan bahwa belum semua orang terarsipkan data giginya dengan baik. Untuk mengatasi hal ini maka hendaknya dapat diupayakan pencatatan data gigi pada setiap pemeriksaan atau perawatan gigi semua orang terutama pada orang-orang yang tugasnya mempunyai resiko tinggi terhadap kematian.         Kemudian kesulitan kedua yaitu bahwa keadaan gigi setiap orang dapat berubah karena pertumbuhan, perkembangan, kerusakan dan perawatan, hal ini dapat diatasi dengan melakukan pemeriksaan secara berkala dan dilakukan pencatatan sesuai dengan perubahan yang ada.

         Data tersebut seharusnya dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti praktek dokter gigi, rumah sakit, instansi-instansi pelayanan kesehatan gigi  dan lembaga atau pusat pendidikan kedokteran gigi, sehingga hal ini menjadi tanggung jawab sebagai dokter gigi dalam membuat data antemortem yang memenuhi keakuratan yaitu meliputi kelengkapan, kesempurnaan dan kejelasan terhadap masyarakat yang berada diwilayah kerjanya.

Satu hal yang terpenting dalam pencatatan data gigi untuk kepentingan identifikasi adalah kesamaan pemahaman antara dokter gigi tentang kedokteran gigi forensik yang nantinya dalam pembacaan data dan perbandingan dengan data postmortem tidak mengalami kesulitan dan kesalahan karena perbedaan persepsi, sehingga diperlukan sebuah profesionalisme dan bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pada saat ini standart pengetahuan yang baku secara teoritis dan konseptual bagi dokter gigi dalam pengambilan data antemortem khususnya masih  diperlukan suatu revisi dan aturan yang baru sesuai standart DVI maupun interpol sebagai petunjuk dan acuan dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan data dari temuan hasil pemeriksaan kedokteran forensik yang didapatkan dari korban.




Faktor  yang mempengaruhi pentingnya pengambilan data gigi
Kondisi geografis di indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis terletak di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam. Letak negara di khatulistiwa juga menyebabkan wilayah Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan dan kemarau yang sama panjang. Pada saat kondisi iklim global berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Kondisi pertemuan lempeng tersebut menyebabkan Indonesia berpotensi terhadap gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor dan tsunami.

Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah, jumlah penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam, keanekaragaman suku, golongan, agama, adat dan budaya yang masih mengakar hingga saat ini dan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang sangat kompleks, mengakibatkan wilayah Indonesia berpotensi rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan ulah manusia. Secara umum terdapat beberapa peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun bahkan saat ini peristiwa bencana lebih sering terjadi.

Pelayanan kedokteran gig forensik diharapkan
Kondisi pelayanan kedokteran gigi forensik yang diharapkan, meliputi pemahaman dokter gigi dalam pengambilan data antemortem yang sama, alat dan metoda pengambilan data antemortem ditipa klinik dan rumah sakit yang lengkap dengan rapi dan teratur, sehingga data selalu siap jika diperlukan.

Upaya yang dilakukan
            Dari uraian selumnya dapat diketahui bahwa pelayanan kedokteran gigi forensik belum dilaksanakan dengan optimal, tidak optimalnya pelayanan kedokteran gigi forensik   belum adanya kesadaran mengenai pemeriksan gigi dari masyrakat, Untuk mengatasi masalah tersebut diatas maka perlu dilaksanakan  berbagai upaya peningkatan pelayanan kedokteran gigi forensik bagi seluruh masyarakat, adapun upaya-upaya yang dilakukan diantaranya adalah melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan gigi, dan  melaksanakan  upaya edukasi kepada dokter gigi dan perawat gigi tentang kedokteran gigi forensik.

Kesimpulan dan saran
                   Kesadaran tentang pentingnya pemeriksaan gigi di masyarakat harus di ditingkatkan, dan ini adalah tanggung jawab dokter gigi, karena tanpa pemeriksaan gigi dan pengambilan data awal (antemortem) , maka pelayanan kedoktern gigi forensik tidak ada artinya

                   Pelayanan kedokteran gigi forensik diharapkan dilaksanakan oleh seluruh dokter gigi di indonesia,  baik di setiap klinik swasta atau rumah sakit, untuk membantu proses identifikasi mengingat negara kita rawan terhadap bencana dan merupakan supermakrket bencana

                   Mohon adanya dukungan dari departemen terkait dan diharapkan adanya program pemeriksaan gigi kepada masyarakat, sebagai upaya pengumpulan data antemortem melalui pemeriksaan gigi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar